Senin, 22 November 2010

Jangan Mau di Puji

baca ya sampe abis

Apakah yang pertama kali terpikir atau terasakan ketika anda dipuji oleh orang lain? Ketika misalnya orang tersebut bilang pada anda, “Wah, anda baik sekali”. Atau, “kerja anda bagus”? Kalo saya, saya akan merasa senang dan bangga. Saya akan merasa dihormati dan dihargai. Saya akan terus mengingat-ingat kata pujian tersebut hingga saya yakin bahwa saya memang layak dipuji. Saya kira nggak hanya saya. Semua orang pastinya juga begitu. Ketika orang dipuji, dia merasa senang dan bangga. Tentunya dalam kondisi normal lho. Bukan dalam kondisi ketika dia merasa bahwa apa yang telah dia lakukan jelas-jelas bukan suatu yang bagus. Kalo begitu, maka dia akan marah ketika dipuji.

Begitu juga perasaan saya ketika suatu saat teman saya memuji saya. Spontan saya merasa senang. Tapi, beberapa detik kemudian saya merasa, there is something wrong. Ada yang gak beres dengan pujian ini. Itulah ketika saya tahu, pujian itu nggak menghasilkan apa-apa buat saya. Pujian itu hanya menghasilkan rasa senang dan bangga. Rasa bersemangat karena telah dihargai. Selain, itu, nggak ada. Nggak ada sama sekali.
Bukan berarti pujian itu nggak ada manfaatnya. Ketika pujian diucapkan kepada orang-orang yang butuh dibombong (didorong untuk melakukan kebaikan) maka hal itu bagus. Orang tersebut jadi terdorong untuk melakukan kebaikan. Selanjutnya, hatinya akan merasa ringan untuk melakukan kebaikan. Selanjutnya, dia akan semakin banyak melakukan kebaikan-kebaikan. Berarti pujian kita juga sebagai bentuk amar ma’ruf. Orang jadi merasa senang karena usahanya untuk melakukan kebaikan dihargai. Apalagi, itu juga berarti konfirmasi bahwa apa yang dilakukannya adalah benar.
Namun, kasusnya tidak sesederhana itu. Pujian juga bisa berarti bencana. Ini ketika kita memuji orang yang sudah mempunyai rasa percaya diri. Apalagi jika orang itu memang memiliki kemampuan di atas rata-rata dalam hal yang kita puji. Satu dua kali pujian tidak akan berpengaruh baginya. Walopun di luar dia bilang terima kasih, dalam hati dia akan bilang, “ya, saya tahu kalo saya memang hebat”. Nah, kalo kita ketemu sama orang yang begini, lebih baik simpan semua pujian kita. Sebab, kalo nggak, itu malah akan membawa bencana pada dia. Gara-gara pujian kita, dia lama kelamaan akan merasa sombong dan paling hebat sendiri. Satu dua pujian sih nggak masalah buat orang seperti mereka. Tapi, kalo sampe ratusan kali, mana tahaan? Lagipula, kepercayaan dirinya menandakan motivasi beramalnya sudah bagus. Nggak perlu dipuji lagi. Malah boleh jadi, dengan pujian itu, kita akan menurunkan motivasi amalnya. “Wong aku ini memang cukup hebat kok. Kalo yang kayak kemaren itu aku dipuji-puji sedemikian rupa, yang sekarang aja pasti sudah cukup”. Ya, kadang-kadang orang seperti itu akan mudah mencukupkan diri. Akibatnya, amalnya juga nggak akan maksimal. Hanya setengah-setengah. Karena yang setengah-setengah itu, bagi dia sudah cukup baik.
Itu tadi kita membahas pujian secara psikologis. Apa akibatnya pujian bagi hati seorang manusia. Nah, sekarang kita akan ngomong apa akibatnya pujian bagi amal seorang manusia itu sendiri. Sebenarnya, dipuji atau tidak dipuji, suatu amal itu sama saja. Kalo anda nyanyi dengan suara fals, biar dipuji setinggi langit pun, ya tetap suaranya fals. Kalo dapat nilai D dalam mata kuliah Pemrograman Berorientasi Objek, dipuji sebanyak apapun nggak akan bikin nilainya jadi A. Dipuji ato tidak dipuji, toh tahun depan tetep harus ngulang. Pujian nggak akan bikin hasil kerja kita jadi lebih baik. Wong amal sudah selesai dilakukan kok. Nggak bisa diutik-utik. Karena itu, orang yang dipuji tidak akan meningkat kualitas amalnya. Memang mungkin saja kuantitasnya akan meningkat karena terdorong oleh semangat beramal, tapi, tetep saja dia akan selalu mengulang kesalahan yang sama. Kalo seorang pengrajin sepatu dipuji kalo sepatu buatannya rapi dan bagus, maka dia akan lebih banyak lagi buat sepatu. Dia nggak akan bikin sepatu yang lebih rapi dan lebih bagus lagi. Soalnya, dia nggak pernah tau ada yang salah dalam tekniknya membuat sepatu.
Namun, itu bukan berarti pujian orang lain tidak bisa dimanfaatkan ketika seseorang melakukan evaluasi diri. Kalo kita ingin orang yang kita puji mempunyai gambaran yang objektif tentang dirinya, pujilah secara spesifik. Dengan pujian yang spesifik, orang akan mendapat gambaran yang objektif dan adil tentang dirinya. Pujian “kerja kamu bagus” bukan pujian yang disarankan dalam hal ini. Yang lebih tepat adalah, “kamu cepat juga menyelesaikan pekerjaan ini” atau “wah, bahan-bahan yang kamu kumpulkan ternyata cukup lengkap ya” atau “kamu ternyata pintar juga bikin algoritma yang efisien” atau “gaya coding kamu bikin orang enak bacanya”. Yang seperti akan lebih baik bagi orang yang dipuji untuk mengenal dirinya. Tapi, kalo ingin bersikap adil, pujian saja tidak cukup. Kalo ingin seseorang mendapatkan gambaran yang benar tentang dirinya, dia juga harus dikritisi.
Kalo masalah kritik lain lagi dengan pujian. Orang kadang tidak terlalu suka terhadapnya. Biasanya, sikap spontan orang akan menolak. Ada juga yang nggak sih. Misalnya, ketika orang dikritik ketika bajunya kebalik. Dia nggak akan marah-marah. Malah justru berterima kasih. Nah, sebenarnya, sikap inilah yang harus selalu kita kembangkan ketika kita dikritik. Ucapkanlah terima kasih.
Berbeda dengan pujian yang memotivasi peningkatan kuantitas amal, kritik meningkatkan kualitas amal. Ini karena, dengan kritik, orang bisa langsung tahu apa yang harus diperbaiki. Ya kayak tadi. Karena orang tahu bajunya kebalik, jadi bisa langsung dibetulkan. Kritik menurut saya lebih berguna daripada pujian. Soalnya, kalo saya bisa mendapat kritik, saya bisa langsung memperbaikinya. Lha kalo saya mendapat pujian, apa yang mesti saya perbaiki? Apa yang mesti saya ubah? Seseorang tidak akan bertambah lebih baik tanpa adanya kritik. Yah, tapi tetap saja syaratnya sama kayak pujian. Harus spesifik juga. Kalo ada orang bilang kalo tulisan ini jelek tanpa ada embel-embel karena, terus terang, saya ingin memukuli orang tersebut. Ini karena saya dua kali marah. Yang pertama marah karena tulisan saya dihina. Yang kedua, karena saya nggak tahu di mana jeleknya tulisan saya. Kritikan yang tidak spesifik adalah hujatan dan celaan. Dan sebenarnya, tidak pantas kalo kata-kata tersebut disebut kritik. Nah, kalo komentar jelek di belakang orang yang dikritisi, itu namanya ghibah.
Walopun syarat kritik yang berupa spesifik itu sudah dipenuhi, kita juga harus memperhatikan apakah efek kritik kita terhadap orang yang kita kritik. Kalo orang yang kita kritik adalah orang yang terbuka dan egaliter, sampaikan saja secara langsung kritik kita. Kalo orang yang kita kritik tertutup dan pemalu, tentunya kita harus menyampaikannya dengan cara yang sopan dan tidak di depan orang banyak. Lalu, bagaimanakah menghadapi orang yang sukar dikritik? Memang orang itu tidak mudah marah ketika dikritik dengan cara yang halus. Tapi, hasilnya dia sendiri tidak pernah menganggap kritik itu ada. Nah, yang begini ini kita perlu melakukan shock therapy. Kita pukul saja orang itu. Maksudnya bukan dipukul secara harfiah, tapi dipukul dengan bahasa yang keras. Yang seperti itu memang kadang perlu. Sering lihat anak kecil yang baru mau berhenti nakal ketika dipukul? Ato kerbau yang baru mau jalan setelah dipecut? Nah, kira-kira seperti itu. Yang seperti itu diperlukan karena rasa sayang kita dan rasa peduli kita terhadap saudara kita yang sedang melakukan kesalahan. Kalo nggak gitu dia nggak bakalan berhenti munkar. Nah, yang model seperti ini bisa disebut sebagai nahi munkar.
Nah, pada intinya, ketika kita ingin membantu teman kita mendapatkan gambaran yang adil tentang dirinya sendiri, kita tidak boleh terjebak pada memuji saja atau mengkritik saja. Puji dan Kritik. Itu baru adil. Orang yang jadi target kita akan mendapatkan gambaran yang spesifik tentang hal yang kita soroti. Lebih dari itu, gambaran yang berimbang. Dengan begitu, dia bisa tahu kelebihan sekaligus kekurangannya. Orang yang dipuji akan termotivasi sekaligus tahu kelebihannya. Orang yang dikritik akan dapat memperbaiki diri sekaligus lebih berhati-hati. Inti evaluasi ada tiga hal, spesifik, berimbang, dan bermanfaat. Kalo nggak bermanfaat, lebih baik tinggalkan saja.

0 komentar:

Posting Komentar

Boleh FRONTAL asal sopan

 
Powered by Blogger